Liburan jangan cuma rencana aja,,
Ayo,,,wujudkan liburan impianmu,,,!!!
(3362 mdpl)
Jajaran pepohonan, udara pagi pegunungan, hamparan savana dan cantigi.....
Yups,, sangat merindukan hal itu,
jenuh dan penat dengan deretan gedung bertingkat, dinginnya AC ruangan
serta layar komputer . Butuh liburan!!!
Awal
tahun 2013 saya memutuskan untuk (kembali) menikmati keindahan alam di Jawa
Tengah. Tujuan liburan saya kali ini adalah sebuah gunung di Dusun Garung Desa
Butuh Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo di ketinggian 3371 mdpl. Saya akan
mendaki dengan teman-teman dari Bekasi, Bandung serta Yogyakarta dan kami akan
berkumpul di terminal Wonosobo pada hari kamis tanggal 3 Januari 2013.
Perjalanan saya dimulai dari Kutoarjo (kampung
halaman cuy,,,,). Untuk menuju Wonosobo dari Kutoarjo ada 2 alternatif jalan
yaitu lewat Prembun atau Magelang, dan saya memutuskan memilih jalur Magelang.
Setelah setengah jam menunggu akhirnya bis Santoso jurusan Solo yang akan
mengantarkan saya ke Magelang tiba, rute Kutoarjo-Magelang dikenai tarif
10.000. Sepanjang perjalanan selama 90 menit menuju Magelang klasifikasi lahan
di dominasi oleh mixed forest dan settlement serta beberapa ricefield. Dari Terminal Magelang saya
melanjutkan perjalanan menuju Terminal Wonosobo dengan menggunakan bis kecil
dengan biaya 15.000. Memasuki wilayah Wonosobo, udara dingin pegunungan mulai
terasa dengan pemandangan dryland dikaki Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Ternyata bila melalui Magelang menuju Terminal Wonosobo kita akan melewati
gerbang desa Kledung untuk Sindoro dan gerbang desa Garung untuk Sumbing.
Sampai di Terminal Wonosobo ternyata
teman-teman lain sudah berkumpul, setelah mengisi perut dan melengkapi logistik
kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Garung dengan menggunakan bis kecil
jurusan Magelang dengan biaya 5.000 per orang.
Suasana Terminal Wonosobo
Menuju Basecamp
Penampakan Sindoro di sore hari
Gerbang desa Garung menuju
Basecamp Sumbing dapat ditempuh dengan jalan kaki selama 15 menit. Untuk
mendaki Gunung Sumbing para pendaki terlebih dahulu melakukan registrasi dengan
mengisi buku perijinan, membayar retribusi @Rp. 3.000 + @ Rp. 1.000 untuk biaya
pengurus pendakian serta Rp.3.000 untuk biaya peta jalur pendakian Sumbing.
Sore itu cuaca di kaki gunung Sumbing cerah, puncak Sindoro dan Sumbing pun
terlihat jelas.
Malam ini kami memutuskan untuk
bermalam di basecamp dan memulai pendakian ke esokan harinya. Malam itu
basecamp ramai oleh cerita-cerita para pendaki yang baru saja turun dari
Sumbing. Menurut informasi dari mereka, cuaca di Gunung Sumbing cerah di pagi
hari, setelah pukul 12 siang biasanya kabut mulai turun kadang disertai oleh
hujan intensitas ringan sampai tinggi.
Retribusi pendakian Gunung Sumbing
Peta pendakian Gunung Sumbing
Jumat
pagi cuaca cukup cerah setelah tadi malam diguyur hujan,
packing….packing…packing… dan pukul 6 waktu setempat kami pun memulai
perjalanan kami. Pendakian ke Sumbing dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu
jalur lama dan jalur baru, kali ini kami memilih untuk mendaki melalui jalur
baru.
Pemberangkatan dari Basecamp
Cantiknya Sondoro di pagi hari
Puncak Sumbing tertutup kabut
Go action!!!!
Untuk
memilih jalur baru, dari Masjid Al-Mansyur ke kanan lurus kemudian belok kiri,
memasuki hutan bambu dan melewati 2 jembatan sampai akhirnya bertemu dengan
hamparan dryland milik warga. Jalan
perladangan yang dilalui cukup lebar, berkelok dan menanjak sampai di
perbatasan hutan. Pos Bosweisen I perbatasan antara ladang dan hutan, disitulah
kami istirahat untuk membuat sarapan. Tidak jauh dari Pos Bosweisen I terdapat
sungai dan beberapa meter setelah sungai ada tempat untuk camp (Pos I)
disebelah kiri jalur.
Dryland
Sarapan dulu
Perjalanan dari Pos I menuju Pos
II berada di dalam hutan, seperti pada jalur hutan umumnya, jalur berupa jalan
setapak kecil dimana kanan kiri rumput dan pepohonan, jalur tidak terlalu
menanjak.
Sungai sebelum Pos I
Pukul 12, gerimis mulai turun,
kami memutuskan mendirikan bivak dipinggir jalur ( kiri jurang, kanan jalur),
karena disekitar situ tidak ada tempat datar yang cukup luas. Semakin lama
hujan semakin deras. Jam 3 sore, hujan berganti menjadi gerimis. Kami memutuskan
untuk mencari tempat yang lebih datar untuk bermalam, masih ada waktu 3 jam
sebelum malam tiba. Selang setengah jam kami berjalan, terdapat Pos II di
sebelah kanan jalan. Pos II Gatakan merupakan tempat yang cukup luas untuk
mendirikan tenda selain itu juga terdapat bangunan untuk berteduh. Kami
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan tidak mendirikan camp disini.
Lepas pos II, track masih berupa
jalan tanah berbatu dan sedikit menanjak diselingi gerimis yang setia menemani
perjalanan kami. Tak lama kemudian kami juga menemukan areal yang datar, dimana
terdapat nisan memoriam di bawah pohon besar di kanan jalur atas nama Tri
Antono. Track selanjutnya lebih menanjak dimana tutupan kanopi mulai berkurang
sehingga bila cuaca cerah kita bisa melihat air terjun yang berada di punggungan
sebelah kanan jalur serta padang savana yang indah. Waktu sudah menunjukkan
pukul 16.30, fisik sudah mulai lelah, gerimis pun masih setia menemani, maka
kami memutuskan mendirikan camp di satu-satunya tempat datar di jalur ini di
sekitar daerah Krendegan. Tempatnya cukup nyaman dan yang terpenting terlindung
dari angin yang kapan saja bisa datang. Dan kami pun segera memasang flysheet
serta mendirikan tenda tak lupa membuat parit di sekeliling tenda. Sore itu
gerimis mulai berhenti, diseberang sana entah berapa jauh jaraknya puncak Sindoro
kembali terlihat setelah sebelumnya tertutup kabut. Setelah memasak nasi dan
mie serta segelas kopi dan segelas susu, kami segera makan untuk selanjutnya
bergegas istirahat. Namun cuaca malam itu kembali tidak bersahabat, angin
kencang mulai datang kembali, membuat tenda kami sedikit bergoyang.
Segera
berhenti ketika merasa lelah,,
dan
Segera
bergerak (kembali) ketika merasa nyaman,,,
( 3362
mdpl )
Hingga pukul 3 dini hari hujan
masih turun, mengurungkan niat kami untuk summit
attack . Setelah menyiapkan nesting, kompor, mie, kopi, susu + snack, pukul
5 kami berangkat menuju 3371 mdpl. Kabut dan semilir angin yang membawa udara
dingin menemani perjalanan kami, brrrrr…muka dan tangan serasa kaku terkena
terpaan angin dingin sementara track masih menanjak tajam. Tak berapa lama
sampailah kami di hamparan tanah merah dengan vegetasi terbuka, yups…itulah
persimpangan tempat bersatunya jalur baru dan lama yang biasa dinamakan Pasar
Setan. Dari persimpangan ini terlihat puncak Sindoro yang menawan sedangkan
puncak Sumbing tertutup kabut tebal.
Sindoro dari Pestan
Kabut mulai turun di Pestan
Kabut dan angin
dingin masih setia menemani kami melewati batuan-batuan besar,,inilah yang
dinamakan Pasar Watu. Track selanjutnya terus menanjak hingga kami sampai di
pos terakhir yang sering dijadikan camp para pendaki sebelum mencapai puncak.
Dari Pasar Watu ambil arah ke kiri menurun untuk mengitari batu besar. Batu
yang sangat besar menandakan kami telah sampai di Pos Watu Kotak. Di Watu Kotak
terdapat beberapa tempat datar untuk mendirikan camp namun tidak terlalu luas.
Pasar Watu
Sindoro dari Pasar Watu
Watu Kotak
Jalur berbatu dan terjal masih mendominasi
perjalanan menuju puncak dari pos Watu Kotak, melewati batuan berwarna putih
yang sering disebut dengan Tanah Putih. Tak jarang kami berhenti untuk
berlindung dibalik sebuah batu dari terpaan angin super dingin yang menimpa
wajah dan tubuh kami. Kami melanjutkan perjalanan yang tinggal sedikit lagi
dengan ekstra hati-hati dikarenakan cuaca saat itu bisa dibilang tidak
bersahabat.
Salah
satu cara untuk “mengurangi” rasa jenuh dan bosan,
“mengalahkan”
ego,
“melawan”
rasa malas dan putus asa,
adalah
mendaki gunung….
(
saya, 3362 mdpl)
“Puncak,,,,!!!!”
teriak salah
satu teman dan Hap-hap-hap saya memegang satu demi satu bongkahan batu besar
untuk membantu menaiki jalur ekstrim guna mencapai puncak gunung Sumbing. “Alhamdulillah,,,berhasil
berhasil horre,,,” Puncak Buntu Gunung Sumbing sudah saya capai. Perjalanan
panjang yang melelahkan, mengalahkan rasa putus asa, , menembus cuaca yang
kurang bersahabat,,,,semua terbayar sudah…”Alhamdulillah”. Kabut dan angin
dingin masih menghiasi cuaca di puncak buntu, jalur menuju puncak kawah
tertutup kabut sehingga kami memutuskan tidak melanjutkan ke puncak kawah. Saat
itu waktu menunjukkan pukul 09.30 WIB, 15 menit berada di puncak dan kami pun
segera turun ke camp di bawah Pasar Setan.
Si Ijo di Puncak Buntu
Kabut di Puncak Buntu
Pukul setengah 1 kami tiba di
tenda, segera memasak mie dan susu hangat untuk mengganjal perut guna
perjalanan turun ke basecamp. Selesai makan dan packing, pukul 14.00 WIB kami
meluncur turun. Sampai di pos 2 hujan kembali turun dan semakin deras ketika
sampai di Pos 1. Empat jam perjalanan turun, sampailah kami di basecamp dengan
iringan hujan yang deras.
Alhamdulillah……..
·
Berikut rincian rute + biaya selama perjalanan
ke Sumbing ** :
a.
Bis Kutoarjo-Magelang : Rp. 10.000
b.
Bis Magelang-Wonosobo : Rp. 15.000
c.
Makan siang di Terminal Wonosobo : Rp. 5.000
d.
Logistik pendakian : Rp.110.000
e.
Bis Wonosobo- gerbang Desa Garung : Rp. 5.000
f.
Registrasi pendakian + peta perjalanan :
Rp.8.000
g.
Makan malam nasi goreng + teh hangat di basecamp
: Rp. 7.500
h.
Bis gerbang desa Garung-Wonosobo : Rp. 5.000
i.
Bis Sinar Jaya Wonosobo-Bogor : Rp. 85.000
**
Harga dapat berubah sesukanya
Mba woro orang kutoarjo asli? Boleh minta kontaknya ga mba? Mau nanya2 nih hehe
BalasHapus